Nur Choliza Nasution
Paper Ekonomi Sumberdaya Hutan Medan, Mei 2021
POTENSI EKONOMI TANAMAN ROTAN
Dosen Penanggung Jawab:
Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si.
Disusun Oleh:
Nur Choliza Nasution
191201025
Hut 4B
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan paper yang berjudul ”Potensi Ekonomi Tanaman Rotan”. Paper ini disusun sebagai pemenuhan salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Sumberdaya Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dalam menulis paper ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen penanggung jawab mata kuliah Ekonomi Sumberdaya Hutan yaitu Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si. yang telah membimbing dan membantu penulis dalam memberikan materi sehingga paper ini dapat selesai tepat waktu.
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan paper ini. Dengan penuh kesadaran mengenai segala kekurangan penulis siap menerima saran dan kritik demi perbaikan paper ini. Semoga paper ini bermanfaat bagi pembaca maupun pihak lain.
Medan, Mei 2021
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Masalah
BAB 2 PEMBAHASAN
Deskripsi Umum Tanaman Rotan
Penyebaran Jenis Rotan
Potensi Ekonomi Tanaman Rotan
Potensi Batang
Potensi Buah
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara pemilik hutan terbesar di dunia dengan luas kawasan hutan sebesar 120,7 juta ha (Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, 2015). Namun, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi deforestasi yang disebabkan oleh kegiatan manusia diantaranya illegal logging, kebakaran hutan dan lahan, serta konflik kepentingan yang tidak lagi mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Kondisi tersebut menyebabkan semakin menurunnya pasokan kayu, sehingga perlu dilakukan upaya pengelolaan hutan salah satunya adalah dengan meningkatkan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK). komoditas HHBK dapat dikelompokkan menjadi lima tujuan yaitu, makanan dan produk turunannya, ornamen tanaman, hewan liar dan produknya, bahan bangunan non kayu, dan bahan bioorganik. Sedangkan untuk ekonomi, yakni mengenai penggunaan dan analisis pasar, HHBK terbagi dalam tiga kategori, yaitu tingkat subsisten (untuk konsumsi sendiri), tingkat penggunaan lokal (semi komersial), dan komersial (Iqbal dan Septina, 2018).
Hasil hutan bukan kayu merupakan sumber daya alam yang masih banyak terdapat di Indonesia dan keberadaanya dimanfaatkan sebagai mata pencaharian oleh masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu dinyatakan hasil hutan bukan kayu adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya. kecuali kayu yang berasal dari hutan. Hasil hutan bukan kayu meliputi rotan, bambu, getah, daun, kulit, buah, dan madu serta masih banyak lagi. Jenis tumbuhan tersebut beberapa diantaranya bahkan memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi bila dijadikan produk olahan. Beraneka ragam jenis hasil hutan bukan kayu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar hutan. HHBK tidak dapat diabaikan begitu saja karena HHBK menjadi salah satu peluang yang tepat untuk dikembangkan dan hal itu tentu saja dapat mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat hutan terhadap hasil hutan kayu yang harus melakukan penebangan pohon (Dahyanti et al., 2019).
Nilai ekonomi yang dihasilkan dari pemanfaatan HHBK jauh lebih besar dari kayu dan tidak menyebabkan kerusakan hutan, sehingga tidak akan mengakibatkan hilangnya fungsi-fungsi dan nilai jasa dari hutan. Melihat hal tersebut, maka HHBK memberikan manfaat multiguna bagi masyarakat. Pengelolaan hutan perlu dilakukan untuk menyediakan kesempatan kerja yang memadai dan memberikan akses bagi masyarakat sekitar hutan untuk memungut HHBK. Pola pemanfaatan lahan agroforestri merupakan alternatif bagi masyarakat lokal di sekitar hutan untuk memanfaatkan HHBK dengan pemanfaatan ladang sebagai lingkungan pendukung proses pertumbuhan pepohonan atau vegetasi hutan (Pohan et al., 2014).
Rotan merupakan salah satu produk HHBK bernilai ekonomi tinggi. Indonesia menghasilkan lebih dari 75% pasokan rotan dunia. Rotan menghasilkan devisa lebih banyak dibandingkan hasil hutan lainnya kecuali kayu gelondongan. Volume ekspor rotan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 adalah 660,95 ton atau setara dengan US $ 1.840.000,-. Terhitung sejak tahun 1992 volume rata-rata perdagangan rotan Indonesia adalah 87.770 ton per tahun atau setara US $ 292.000.000,-. Ada beberapa kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang mempunyai potensi sebagai penghasil rotan mencapai 672.620 ton per tahun, diantaranya adalah Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Tengah, Langkat, dan Mandailing Natal (Dishut Provinsi Sumatera Utara, 2008).
Rumusan Masalah
1. Bagaimana deskripsi umum tanaman rotan?
2. Bagaimana penyebaran jenis rotan
3. Bagaimana potensi ekonomi tanaman rotan?
Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui deskripsi umum tanaman rotan.
2. Untuk mengetahui penyebaran jenis rotan.
3. Untuk mengetahui potensi ekonomi tanaman rotan.
BAB 2
ISI
Deskripsi Umum Tanaman Rotan
Rotan adalah tanaman yang tumbuh merambat dari keluarga Palmae. Rotan pada umumnya tumbuh secara alami, menyebar menyebar mulai dari daerah pantai hingga pegunungan, pada elevasi 0-2900 mdpl. Secara ekologis rotan tumbuh dengan subur diberbagai tempat, baik dataran rendah maupun agak tinggi, terutama di daerah yang lembab seperti pinggiran sungai. Sistem perakaran rotan adalah sistem perakaran serabut, berwarna mulai dari putih keabu-abuan, kekuningan, hingga kehitaman (Kalima, 2008).
Rotan dapat berbatang tunggal (soliter) atau berumpun. Batang tanaman rambat ini berbuku-buku atau beruas-ruas, berbentuk bulat atau segitiga yang menjalar hingga puluhan meter dengan diameter bervariasi sesuai jenisnya. Rotan yang tumbuh soliter hanya dipanen sekali dan tidak beregenerasi dari tunggul yang terpotong, sedangkan rotan yang tumbuh berumpun dapat dipanen terus-menerus. Rumpun terbentuk oleh berkembangnya tunas-tunas yang dihasilkan dari kuncup ketiak pada bagian bawah batang. Kuncup-kuncup tersebut berkembang sebagai rimpang pendek yang kemudian tumbuh menjadi batang di atas permukaan tanah. Rotan mempunyai daun majemuk dan pelepah daun yang tumbuh menutupi ruas-ruas batang. Ukuran daunnya bervariasi tergantung jenisnya. Daun ini umumnya memiliki duri sebagai bentuk pertahanan diri dan tumbuh menghadap ke dalam sebagai kait antara batang rotan dengan pohon atau tumbuhan yang dijalarinya.
Penyebaran Jenis Rotan di Sumatera Utara
Tanaman rotan di Indonesia terkonsentrasi di tiga provinsi di wilayah Kalimantan, dari urutan terbesar berturut-turut adalah di Kalimantan Tengah (75,45 %), Kalimantan Timur (13,69 %), dan Kalimantan Selatan (7,46 %). Ada beberapa kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang mempunyai potensi sebagai penghasil rotan. Dari literatur yang ada, taksiran potensi produksi rotan yang dihasilkan di Provinsi Sumatera Utara mencapai 672.620 ton per tahun. Diantaranya Kabupaten Samosir, Tapanuli Tengah, Langkat dan Mandailing Natal. Luas yang ditumbuhi rotan diperkirakan seluas 482.000 hektar (Dishut Provinsi Sumatera Utara, 2008). Kabupaten Samosir merupakan salah satu daerah yang berpotensi menghasilkan rotan. Daerah penghasil rotan terdapat pada Desa Huta Galung Kecamatan Harian dengan lokasi pengambilan rotan berada pada areal hutan negara. Meskipun tanaman ini cukup dikenal masyarakat samosir dan merupakan tanaman serba guna serta dapat menambah pendapatan masyarakat yang digarap secara maksimal, namun hingga saat ini rotan kurang mendapat perhatian (kurang ditonjolkan).
Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara menjelaskan bahwa pada umumnya masyarakat Sumatera Utara sudah lama mengenal rotan (Calamus sp.) sebagai salah satu komoditas yang berguna dan sekaligus sebagai sumber mata pencaharian masyarakat. Hasil inventarisasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa taksiran potensi produksi rotan di wilayah Provinsi Sumatera Utara mencapai 672.620 ton per tahun dengan luas kawasan mencapai 482.000 ha. Menurut data BPS Provinsi Sumatera Utara (2017) produksi rotan Sumatera Utara tahun 2015 sebesar 500 batang dan pada tahun 2016 tidak terdata. Rotan yang dimanfaatkan secara komersil di Sumatera Utara ada 6 jenis yaitu Rotan manau (Calamus manan), Rotan semambu (C. scipionum), Rotan sega (C. caesius), Rotan getah (Daemonorops angustifolia), Rotan batu (C. diepenhorstii), Rotan cacing (C. javensis).
Sebagai informasi marga rotan (Calamus spp.) sebenarnya telah dipelajari sejak tahun 1753 oleh Linnaeus. Studi taksonomi marga rotan telah dilakukan, misalnya studi taksonomi terbaru yang dilakukan oleh Henderson (2020) dalam jurnal Phytotaxa yang menyatakan bahwa Calamus Blume terdiri dari 411 jenis (termasuk 38 jenis baru) yang tersebar di enam bioregion yaitu Afro-India, Indo-Burma, Sundaland, Philippines, Wallace dan Sahul. Marga rotan lain, yaitu Korthalsia Blume terdiri dari 27 jenis, persebarannya dari Andaman, kepulauan Nicobar hingga Papua New Guinea. Plectocomia Mart. terdiri dari 16 jenis tersebar luas dari barat utara India hingga China, dan mengarah ke selatan ke Philippina, Borneo, Sulawesi, Sumatra, dan Jawa. Plectocomiopsis Becc. terdiri dari 5 jenis yang tersebar di wilayah Malaysia, Sumatra, Borneo. Selanjutnya Myrialepis Beccari yang terdiri dari 1 jenis dan tersebar mulai dari Indochina, Semenanjung Malaya hingga Sumatra.
Rotan terbagi atas 3 genus yaitu Korthalsia, Calamus dan Daemonorops. Genus Korthalsia yang terdiri dari rotan meiya, rotan udang semut dan rotan dahan. Genus Calamus yang terdiri dari rotan taman, rotan lilin, rotan sega, rotan irit, rotan tohiti, rotan manau riang dan rotan manau sedangkan dari genus Daemonorops yang terdiri dari rotan uwi koroh, rotan penjalin manis dan rotan jernang.
Potensi Ekonomi Tanaman Rotan
Rotan merupakan salah satu jenis hasil hutan bukan kayu dan jenisnya sangat banyak, sehingga sangat berpontensi bagi masyarakat di sekitar hutan maupun masyarakat di dalam hutan untuk memanfaatkan rotan sebagai penunjang kebutuhan sehari-hari. Tanaman rotan memiliki berbagai keunikan, antara lain panjang batang dapat mencapai ± 100 meter walaupun diameternya hanya sebesar ibu jari tangan dan ibu jari kaki. Batang rotan memiliki kelenturan dan kekuatan luar biasa, oleh karena itu batang rotan dapat dibuat menjadi bermacam-macam bentuk perabotan rumah tangga, hiasan-hiasan dan alat pendukung sehari-hari. Data tahun 2006 menunjukan potensi tegakan rotan di Kalimantan mencapai 315.181,86 ton kering dari potensi tegakan rotan nasional 2.433.230,45 ton kering. Rotan biasanya digunakan masyarakat dalam berbagai keperluan diantaranya sebagai bahan anyaman, pembuatan kursi, tali sebagai bahan pengikat maupun untuk dijadikan sayuran. Bahkan di beberapa tempat telah menjadi pendukung perkembangan budaya masyarakat setempat (Martono 2013).
Buah rotan dari marga Daemonorops atau yang buiasa dikenal dengan jernang juga memiliki banyak manfaat. Di dunia industri jernang amat dikenal sebagai salah satu buah paling dicari. Jernang bermanfaat sebagai bahan baku marmer, alat-alat batu, keramik, cat kayu, farmasi, kertas, serbuk pasta gigi, hingga ekstra tenun. Secara tradisional, buah jernang sejak lama dikenal sebagai salah satu ramuan obat-obatan yang ampuh. Oleh Orang Rimba, jernang biasa dimanfaatkan untuk obat diare. Begitu pun dengan daun rotan yang dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomi. Daun rotan biasanya dijadikan sebagai bahan carft kesenian.
Potensi Batang Rotan
Pemanfaatan rotan untuk berbagai kerajinan tangan, masyarakat yang mengambil rotan menjual langsung rotan yang mereka peroleh tanpa mengadakan perlakuan khusus ataupun dengan pengolahan. Rotan mentah kemudian ditimbang kemudian dikalikan dengan harga rotan yang berlaku yaitu Rp. 2.000,00/kg untuk rotan cacing dan Rp. 1.200,00/kg untuk rotan batu. Pemanfaatan rotan yang tidak maksimal menyebabkan pendapatan masyarakat relatif kecil karena tidak ditemuinya masyarakat yang menggunakan rotan sebagai bahan kerajinan tangan. Penelitian Gautama (2008) menyebutkan para pemanen rotan tidak mengolah rotannya lebih lanjut, mereka lebih menyukai menjual rotannya dalam bentuk rotan mentah (basah).
Sebagian kecil masyarakat dapat memanfaatkan rotan dengan menjadikannya sebagai keranjang di rumah masing-masing dan tidak untuk dijual. Produk yang mereka hasilkan berupa keranjang sampah dan tidak selamanya di buat melainkan apabila keranjang yang sudah lama telah rusak atau tidak dapat dipakai lagi. Penelitian Sinambela (2011) di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara ditemukannya pengrajin rotan di lokasi penelitian dimana produk kerajinan tangan yang dihasilkan berupa keranjang gendong, keranjang pikul, pemukul tilam dan jenis kerajinan lainnya.
Rotan saat ini banyak dibudidayakan karena memiliki banyak manfaat. Rotan dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian dan menyerap tenaga kerja. Nilai ekonomi terpenting dari rotan adalah batangnya. Pemanfaatan batang rotan di Sumatera Utara diantaranya sebagai bahan anyaman (penahan panas terik matahari yang dipasang di ventilasi rumah maupun perkantoran), kerajinan, kerangka mebel, tali pengikat, dan perabot rumah tangga seperti mebel, kursi, meja, rak, penyekat ruangan, tempat tidur, dan lemari. Rotan sangat berpotensi dikembangkan dalam industri furnitur Indonesia, dengan melihat banyaknya manfaat rotan yaitu selain menjadi sumber devisa negara, HHBK seperti rotan merupakan sumber penghidupan bagi jutaan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan.
Batang rotan bisa juga di gunakan sebagai sayuran yang melengkapi makanan sehari-sehari bersama nasi dan lauk pauk. Hal itu yang dilakukan oleh Suku Dayak di kalimantan Tengah, Mereka menjadikan rotan sebagai sayuran untuk dimakan. Tentu rotan yang di dapat, di bersihkan dahulu dari duri-duri yang menempel. Sifat elastis rotan membuatnya cukup renyah di lidah. Pucuk rotan sebagai bumbu masakan Pucuk batang rotan atau yang disebut umbut juga dapat dijadikan sebagai bumbu penyedap masakan. Rasa sepat yang dimiliki batang rotan memberikan selera tersendiri pada masakan. Kurang lebih ada 9 jenis rotan, yang pucuknya bisa dijadikan sebagai bumbu masakan.
Batang rotan juga digunakan untuk obat tradisional, sempat di ulas di awal, bahwa batang rotan mengandung zat tanin. Kandungan kimia tersebut terdapat pada rata-rata jenis rotan. Dalam dunia medis, kandungan tanin cukup bermanfaat untuk melawan bakteri dan virus. Sifat itu kemudian di manfaatkan oleh ahli herbal untuk mengatasi penyakit yang disebabkan infeksi bakteri seperti: Penyakit radang tenggorokan, mengatasi batuk dan pilek berkepanjangan, penyakit diare, penyakit malaria, pendarahan organ dalam.
Gambar 1. Batang rotan
Sumber: www.RimmbaKita.com
Gambar 2. Pemanfaatan Rotan Kerajinan Tangan
Sumber: www.mancaat.co.id
Gambar 3. Pemanfaatan Rotan Makanan
Sumber: www.Indonesia.go.id
Potensi Buah Rotan
Jernang merupakan serbuk murni yang dihasilkan dari ekstraksi kulit buah rotan Genus Daemonorops. Jernang merupakan resin yang terdapat pada permukaan kulit buah rotan dewasa. Jernang memiliki banyak manfaat antara lain manfaat ekologis, ekonomis, medis, dan industri. Manfaat ekologis dari rotan jernang yaitu terjaganya kondisi hutan karena untuk tumbuh rotan jernang mensyaratkan adanya pohon rambatan. Selain itu rotan jernang juga memiliki manfaat dalam menjaga kondisi tanah di sekitar sempadan sungai sehingga rotan jernang juga banyak ditemui di dekat aliran sungai.
Jernang adalah resin yang diperoleh dari beberapa jenis penghasil resin (rotan jernang) yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, dalam dunia perdangan disebut dragon’s blood. Tanaman rotan jernang lebih mengutamakan buah yang memiliki resin pada kulitnya (Getah Jernang). Pemanfaatan getah jernang antara lain sebagai bahan baku pewarna dalam industri porselen, marmer, cat pernis, dan sebagai bahan baku industri obat herbal dalam penanganan penyakit pendarahan (blooding) dan penyembuhan luka dalam maupun luka luar.
Menurut Sumarna (2004), di Sumatera tumbuhan rotan jernang tersebar terutama disepanjang bukit barisan selatan. Hasil penelitiannya ditemukan 12 jenis rotan jernang (dari marga Daemonorops) yang meliputi wilayah Jambi, Riau, dan Nanggroe Aceh Darussalam. Jernang tersebut diantaranya adalah Daemonorops draco, D. didymophylla, D. draconcellus, D. mattanencis, D. acehensis, D. dransfieldii, D. macalata, D. micracantha, D. rubba, D. siberutensis, dan D. sekundurencis. Rotan jernang memiliki nama lokal seperti jernang mundai, jernang beruang, jernang kuku, jernang badak, jernang pulut, jernang burung, jernang salak, getih warah, dll. Dari jenis rotan jernang tersebut, yang mampu memproduksi resin adalah adalah Daemonorops draco, D. dydimophylla, D. micracantha, dan D. mattanensis. Di wilayah provinsi Jambi sebaran alami maupun budidaya menunjukkan rotan jernang tersebar di Kabupaten Bungo, Merangin, Sarolangun, dan Kawasan Taman Nasional Bukit 12, sedangkan di wilayah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebaran alami maupun budidaya tersebar di Kabupaten Nagan Raya, Kab. Meulaboh, Kab. Aceh Besar, Kab. Bener Meriah dan sebagian ada di wilayah hutan Lhokseumawe.
Gambar 4. Jernang
Sumber: www.bintangrtan.blogspot.com
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Rotan adalah tanaman yang tumbuh merambat dari keluarga Palmae. Rotan pada umumnya tumbuh secara alami, menyebar menyebar mulai dari daerah pantai hingga pegunungan. Sistem perakaran rotan adalah sistem perakaran serabut, berwarna mulai dari putih keabu-abuan, kekuningan, hingga kehitaman. Rotan dapat berbatang tunggal (soliter) atau berumpun. Batang rotan memiliki kelenturan dan kekuatan luar biasa, oleh karena itu batang rotan dapat dibuat menjadi bermacam-macam bentuk perabotan rumah tangga, hiasan-hiasan dan alat pendukung sehari-hari. Buah rotan dari marga Daemonorops atau yang buiasa dikenal dengan jernang bermanfaat sebagai bahan baku marmer, alat-alat batu, keramik, cat kayu, farmasi, kertas, serbuk pasta gigi, hingga ekstra tenun. Daun rotan biasanya dijadikan sebagai bahan carft kesenian.
Saran
Diharapkan masyarakat hutan dan pemerintah setempat dpat memanfaatan tanaman rotan dengan baik agar hasil yang didapat juga maksimal dsn dapat menambah nilai ekonomi serta pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
BPS Sumatera Utara. 2017. Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka. Sumatera Utara Province in figures 2017. BPS Sumatera Utara. Medan.
Dahyanti, Gusti Hardiansyah, dan Lolyta sisillia. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Penghasil Kerajinan Tangan Anyaman Oleh Masyarakat Desa Pangkalan Buton Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara. Jurnal Hutan Lestari, 7(4): 1512 – 1523.
Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. 2008.
Henderson A. 2020. A revision of Calamus (Arecaceae, Calamoideae, Calameae, Calaminae). Journal Phytotaxa, 445(1).
Iqbal M, Septiana AD. 2018. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Oleh Masyarakat Lokal di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Ekosistem Dipterokarpa, 4(1): 19‐34.
KalimaT, 2008. Keragaman Spesies Rotan Yang Belum Dimanfaatkan di Hutan Tumbang Hiran, Katingan, Kalimantan Tengah. Jurnal Info Hutan, 1(5): 161-175.
Pohan RM, Purwoko A, Martial T. 2014. Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Dari Hutan Produksi Terbatas Bagi Pendapatan Rumah Tangga Masyarakat. Peronema Forestry Science Journal, 3(2).
Pusat Penelitian dan Pengembangan. 2017.
Martono D. 2013. Perkembangan Komoditas Rotan di Indonesia. Jurnal Forpro, 2(2): 32-35.
Sinambela A. 2011. Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Kabupaten Langkat. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Bagus, ditunggu karya nya yang lain 👍
BalasHapusBagus dan lanjutkan
BalasHapusAlhamdulillah saya sudah mengerti cara investasi sekarang terimakasih penulis
BalasHapusWahh bagus banget tulisannya
BalasHapus